Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusu | Koleksi Ceramah Mp3 DLL Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusu -

Antara Qadha dan Fidyah Bagi Ibu Hamil dan Menyusu


Ada 3 Keadaan Ibu Dalam Masalah Ini

1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusu yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa

Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.
Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam ayat,
“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184)


Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-Mughni: 4/394)

2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Bayi Bila Berpuasa Sebagaimana keadaan pertama, si ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan menyusu, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara ulama2 Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara ulama2 Syafi’iyyah).'”
(al-Majmu’: 6/177)

3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Bayinya Sahaja
Dalam keadaan ini, sebenarnya si ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika si ibu berpuasa akan membahayakan bayinya bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percubaan bahwa puasa si ibu akan membahayakan. Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa si ibu. Dalil ulama yang mewajibkan si ibu untuk membayar qadha saja.

Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana keadaan ibu pada kedudukan (1) dan (2) , yakni wanita hamil atau menyusu ini disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Inilah pendapat jumhur ulama dan yg muktamad dalam mazhab Syafie. Dalil ulama yang mengatakan si ibu untuk membayar fidyah saja.

Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)
Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanya membayar fidyah adalah, “Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)
Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang termasuk dalam ayat ini.

Dalil jumhur ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah
Dalil si ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu mengerjakannya.

Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada keadaan ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,
“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)

Ayat ini menerangkan tentang dua jenis orang yaitu yang tersangat tua atau sakit yang semakin bertambah dan tiada lagi kuasa menunaikan puasa. Adapun wanita yg hamil hanya sakit ketika hamil dan hilang sakit selepas melahirkan anak.
Maka jika wanita hamil tersebut tersangat tua atau mempunyai penyakit yg pada adatnya tidak akan semakin sembuh bahkan semakin melarat, maka ia termasuk dalam ayat tersebut dan hanya wajib membayar fidyah sahaja tanpa qadha.

Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka saat Ramadhan.

Wallahu a’alam.

Kredit : Ustaz Azhar Idrus Original
http://tukang-sampai.blogspot.com/
Share This Article Facebook +Google Twitter Digg Reddit
Related Posts with Thumbnails